Keterlibatan warga di dalam praktek pengelolaan sumber daya alam secara lestari memegang guna krusial. Peran aktif warga sanggup diwujudkan melalui pengenalan sumber daya alam yang menjadi aset di wilayah tempat tinggal dengan sekaligus mengerti potensi dan mengelolanya secara lestari.
Yayasan Konservasi Alam Nusantara dengan mitra Yayasan Peningkatan dan Pengembangan Sumber Daya Umat (YP2SU) menopang penyusunan peta tiga dimensi (3D) di lima kampung di Kabupaten Berau.
Pembuatan peta ini adalah bagian berasal dari Program Pendekatan SIGAP untuk kampung-kampung di kira-kira perkebunan kelapa sawit yang menjadi bagian berasal dari Proyek Program Sawit Rendah Emisi dengan perlindungan berasal dari BMU-IKI Jerman.
Kampung Karangan adalah adalah kampung di wilayah pesisir Berau yang menjadi keliru satu tempat pelaksanaan Pendekatan SIGAP di sektor Perkebunan Sawit. Salah satu keluaran berasal dari program ini adalah peta 3D dan peta RTGL Kampung.
Peta 3D adalah miniatur bentang alam yang sesungguhnya, menjadi fasilitas informasi dan ilmu bagi warga perihal suasana kampung dan wilayah sekitar.
bentang alam yang sesungguhnya. Peta ini berguna untuk menjadi bahan rencana pembangunan kampung dan penyusunan Rencana Tata Guna Lahan (RTGL).
Pada April 2021, YP2SU menggelar pelatihan pembuatan peta 3D dengan peserta berasal dari Kampung Karangan, Kampung Biatan Bapinang, dan Kampung Biatan Lempake.
Tim pembuat peta 3D kampung Karangan terdiri berasal dari 5 orang, yakni fasilitator kampung, fasilitator lokal, dan aparatur kampung. Pembuatan peta 3D berlangsung selama dua hari, 17-18 April 2021, bertempat di Balai Kampung Karangan.
Pembuatan peta 3D di mulai dengan menyiapkan peta kontur yang menjadi acuan untuk memotong styrofoam.
Hasil potongan styrofoam, yang udah berbentuk kontur ditempelkan pada lapisan dasar peta. Agar hasilnya mulus, maka kudu pendempulan di sela-sela kontur yang dibuat oleh Jasa Pembuatan Peta
Setelah kering, dilaksanakan pewarnaan pada peta 3D. Wilayah berhutan diwarnai dengan warna hijau, mangrove dengan warna cokelat muda, pertanian dengan warna kuning, pemukiman dengan warna ungu, sungai dengan warna biru, dan jalur utama dengan warna merah. Tahap sesudah itu adalah melengkapi legenda pada peta tersebut.
Dengan perlindungan peta 3D, warga sanggup mengetahui bentang alam Kampung Karangan dengan lebih mudah. Setiap warga yang memandang peta 3D sanggup menujukkan wilayah yang tetap terdapat hutan, perbukitan, goa, mata air, hutan kayu yang ditumbuhi bermacam pohon seperti ulin dan bengkirai, habitat orangutan, bekantan, beruang, dan juga tempat mencari ikan.
Selain itu, peta 3D sanggup digunakan sebagai alat rencana dan pemetaan kampung yang efektif. Warga sanggup mendiskusikan perencanaaan perihal hutan, mangrove, dan mata air yang ada di Kampung Karangan.
Sementara itu, pembuatan peta Rencana Tata Guna Lahan (RTGL) pada Kampung Karangan di mulai pada 21 April 2021. Fasilitator menemui warga yang diakui mengerti cerita kampung, aset, dan potensi kampung. Menurut warga, Kampung Karangan merupakan kampung tertua di Kecamatan Biatan dengan bentangan wilayah yang memadai luas. Salah satu isu yang ditemui dikala menyusun peta RTGL adalah belum jelasnya tapal batas kampung.
Peta yang digunakan tidak sesuai dengan peta berdasarkan hasil tagging. Terdapat lebih dari satu wilayah yang tidak masuk ke di dalam peta tutupan lahan yang digunakan di dalam pembuatan peta 3D. Akhirnya, disepakati bahwa peta tutupan lahan yang digunakan di dalam pembuatan peta 3D merupakan peta dasar untuk melukiskan aset dan potensi Kampung Karangan.
Kampung Karangan kaya dapat potensi alam dibandingkan dengan kampung lainnya di Kecamatan Biatan. Dengan ada karst, Kampung Karangan tetap memiliki cadangan hutan alami. Namun demikian, kampung tidak memiliki lahan yang memadai luas untuk digarap oleh masyarakat.
Dalam diskusi penyusunan peta RTGL, warga menyepakati lebih dari satu poin penting, yakni warga idamkan mengembangkan wisata mangrove dengan membangun jembatan titian; Kampung Karangan memiliki lebih dari satu mata air yang sanggup dikelola sebagai sumber air bersih dan kolam pemandian; karst sanggup dikelola menjadi obyek wisata pegunungan yang berbasis ekowisata sekaligus memelihara kelestarian hutan.